Café Rohani du Crosier
Seks, Seksual dan Seksualitas;
Dalam Perspektif Medis dan Moral Katolik
Sabtu, 30 Januari 2016, Skolastikat OSC Jl. Sultan Agung 2, Bandung kembali
mengadakan CafĂ© Rohani. Tema CafĂ© yang diambil adalah “Seks, Seksual dan
Seksualitas; Dalam Perspektif Medis dan Moral Katolik”. Pembicara CafĂ© kali ini
adalah dr. Ade Kurnia Surawijaya, Sp.Kj seorang Psikiater dan Pst. Alfonsus
Sutarno, Pr., S.Ag., STL., Imam Keuskupan Bogor yang pernah belajar Teologi
Moral di Universitas Urbaniana, Roma. Acara Café rohani kali ini sungguh menarik
dan memberikan banyak inspirasi bagi kaum muda dan keluarga-keluarga kristiani yang
hadir.
Ki-ka: Fr. Juju, Pst. Samong, dokter Ade Kurnia, Pst. Tarno Pr., Pst. Ote, Fr. Edy, Fr. Saor. Foto: Januari 2016. |
Seks, seksual dan seksualitas
seringkali dianggap tabu oleh masyarakat sehingga menurut mereka tidak layak
diperbincangkan. Tetapi café kali ini mencoba lebih terbuka membicarakan tema
tersebut. Seks adalah jenis kelamin. Seksual/ seksualitas adalah segala
sesuatu yang berhubungan dengan seks dan berhubungan pula dengan sesuatu antara individu dan sesuatu yang lain, entah cara berpikir, fantasi, kepercayaan,
nafsu, sikap, nilai, perilaku, praktik, peran, dan hubungan dengan orang lain. Seksualitas pun tergantung pada beberapa faktor yang saling
berkaitan, yaitu faktor identitas seksual, identitas jenis kelamin, orientasi
seksual dan perilaku seksual. Faktor-faktor tersebut dapat mempengaruhi
pertumbuhan, perkembangan dan kepribadian seseorang. Ini adalah pemahaman seks, seksual dan seksualitas dari sudut pandang
medis yang dipaparkan oleh dokter Ade. Dalam pengertian umum seksualitas dipahami sebagai segala
sesuatu dalam diri manusia yang menentukan seseorang sebagai pria atau wanita.
Segala tindakan manusia, dalam status apapun entah ketika berkenalan,
berpacaran, bertunangan, menikah/ selibat, menjanda/ menduda dan dalam usia
berapapun baik anak-anak, remaja, dewasa atau tua yang ditentukan oleh kepriaan
dan kewanitaan itu. Seksualitas memberikan warna pada semua tidakan yang
dilakukan oleh seseorang secara khusus dalam relasi antar pribadi. Demikian
paparan Pst. Tarno.
Dari sudut pandang medis
diungkapkan bahwa ada beberapa fungsi
seksual dalam diri manusia antara lain: fungsi reproduksi (memperoleh
keturunan), ekspresi cinta (sebagai ungkapan rasa cinta kepada pasangan),
komunikasi (menjalin hubungan dengan lawan jenis) serta fungsi rekreasi
(memberikan kesenangan dan kenikmatan). Sedangkan dalam sudut pandang moral
Katolik, seksualitas menemukan tempat yang istimewa dalam perkawinan. Dalam
perkawinanlah, seorang pria dan seorang wanita saling memberi dan menyatukan
diri dalam kesetiaan, saling melengkapi dalam segala tingkat, dan membuka diri
pada kelahiran dan pendidikan anak-anak
secara bertanggung jawab.
Sebagai seorang religius
kita mesti sadar akan seksualitas yang kita miliki. Sebagai religius pun yang
telah memutuskan untuk tidak menikah dan memilih untuk membaktikan hidupnya
bagi Allah dan sesama selalu berproses dalam mengendalikan hasrat seksual yang
dimiliki. Ini adalah perjuangan seumur hidup. Mendidik orang untuk menjadi
sarjana, insinyur atau doktor itu mudah. Tetapi mendidik orang untuk tidak
menikah (imam/ biarawan/ biarawati) adalah proses yang tidak mudah. Butuh waktu
dan pendidikan yang panjang. Semoga sebagai religius kita mampu menjadi
pribadi-pribadi yang memiliki seksualitas yang matang. Semoga apa yang telah
kita pilih, itu pula yang kita hidupi.
***
Update by: Yosep Pranadi, Priorat Sultan Agung, Selasa, 23 Februari 2016.
Tulisan ini dimuat juga di Majalah Nola Edisi 01. Januari-Februari 2016.
Komentar
Posting Komentar