Tidak Ada Hal Yang Lebih Indah Daripada Menikmati Makanan Bersama Orang yang Kita Sayangi
Fr. Yosep Pranadi, O.S.C. #renungan
![]() |
Foto: Sasint, pixabay.com |
Salah satu kenangan indah dalam perjalanan hidup
manusia adalah saat ‘makan’ dan’minum’ bersama orang yang dicintai. Orang yang
normal pastilah butuh makan dan minum. Setiap hari hampir pasti manusia makan
dan minum. Kalau tidak makan dan minum manamungkin ia punya tenaga untuk
bekerja. Bisa-bisa ia letih, lesu, lemas, atau leuleus. Coba lihatlah seorang bayi
yang baru lahir! Ia pasti menangis merengek-rengek. Apa yang dicari? Mungkin ia
lapar dan haus dan langsung mencari ibunya minta mimi. Tidak ada momen yang
lebih indah selain duduk bersama, makan dan minum bersama orang yang dicintai. Momen
yang seringkali saya rindukan adalah makan dan minum bersama ayah, ibu dan
adik-adik di rumah. Dulu ketika masih kecil ibu sering membuatkan masakan enak.
Biasanya kami makan bersama pada waktu sore atau malam hari. Makanannya mungkin
tidak semewah menu di restoran, tetapi suasanalah yang membuat makanan menjadi
enak. Sekarang ketika saya sudah di Bandung, momen itu begitu langka. Ibu dan
Bapak di rumah, saya dan adik merantau di luar kota. Kadang-kadang rindu
masakan ibu, rindu duduk bersama meskipun di rumah yang kecil dan sederhana. Rindu
merasakan kehangatan, sukacita, suara, senyuman dan tawa ibu dan bapak. Rindu
sekali saat-saat itu … Rindu juga makan nasi goreng bersama orang yang disayang
… Kapan lagi yah…? Haha…
Marilah kita kaitkan peristiwa makan dengan
momen Perjamuan Terakhir. Sebelum meninggalkan para murid, Yesus juga tak lupa
makan dan minum bersama para murid. Dalam Injil Lukas 22:15 Yesus berkata
kepada murid-Nya “Aku sangat rindu makan
Paskah ini bersama-sama dengan kamu, sebelum Aku menderita”. Makan minum bersama para murid adalah kenangan
indah terakhir yang dirasakan oleh Yesus dan para murid. Apa menu makanannya?
Yang pasti makanannya adalah roti tidak beragi (tidak seperti roti Holland
Bakery yang lembut dan enak) yang tidak berasa dan agak keras. Minumannya
adalah anggur. Peristiwa makan malam
pada waktu itu menjadi kenangan manis dan indah. Karena sungguh berkesan,
peristiwa perjamuan terakhir dikenangkan setiap hari dalam Ekaristi. Dalam Ekaristi Tuhan dikenangkan sekaligus
dihadirkan kembali dalam roti dan anggur yang dikuduskan menjadi tubuh dan
darah Kristus.
Peristiwa makan-makan dapat kita temukan dalam
keempat penulis Injil (Matius, Markus, Lukas, Yohanes). Sedangkan peristiwa
pembasuhan kaki para murid (sebelum perjamuan terakhir) hanya dikisahkan oleh
Yohanes. Penulis mengisahkan bahwa Yesus menanggalkan jubah-Nya dan membasuh
kaki para murid. Setelah membasuh kaki para murid Ia berkata “jikalau Aku Tuhan dan Gurumu, membasuh
kakimu, maka kamu pun wajib saling membasuh kaki. Sebab Aku telah memberi
teladan …” Mengapa Yesus memilih
mencuci kaki? Kaki adalah bagian yang paling rendah dan paling kotor. Kaki bersentuhan
langsung dengan tanah dan debu. Mencuci kaki menjadi gerak simbolis dimana
manusia mesti menerima siapapun tanpa memilih dan memilah. Karena bagaimanapun di
hadapan Tuhan kita semua sama. Tuhan tidak akan melihat apa yang kita miliki,
namun ia akan melihat apa yang sudah kita perbuat untuk orang lain.
![]() |
Foto: pixabay.com |
Kembali ke peristiwa makan. Ternyata tidak ada
hal yang lebih indah daripada menikmati makanan bersama orang yang kita sayangi
dan kita cintai. Ketika saya lapar, saya makan, eh..lapar lagi, cari makan lagi
deh. Demikianlah siklus kehidupan. Dari jaman baheula, sekarang, dan
selanjutnya manusia yang hidup di dunia masih butuh makan, terlebih menikmati makanan
bersama dengan orang-orang yang dicintai. Jadi ‘makan’ adalah keinginan atau
kebutuhan? Tergantung orangnya. Tapi satu hal yang pasti manusia butuh makan
baik jasmani maupun rohani. Makanan jasmani memuaskan tubuh sesaat. Makanan
rohani didapatkan melalui nasihat rohani, mendengarkan sabda, serta santapan
Tubuh dan Darah Kristus dalam Ekaristi. Makan-makan akan tetap diminati manusia
di segala zaman. Makan akan menjadi peristiwa yang penuh makna tergantung
dengan siapa kita makan. Jangan lupa makan sehidangan bersama dengan ayah-ibu,
adik-kakak, kakek-nenek, suami-istri, saudara,
sahabat, pacar, mantan, atau bahkan dengan musuh sekalipun. Jika orang yang
kita cinta sudah pergi, toh masih ada harapan menikmati makan bersama dengan
yang lain. Mari kita makan-makan dan menghadirkan kehangatan.
Renungan Fr. Pranadi_osc
Komentar
Posting Komentar