Yosep Pranadi
Refleksi
Live in
Rumah
Sakit Santo Yusup – Cicadas – Kamis, 24 Juli 2014 s/d Rabu, 6 Agustus 2014
Riang Ringan Hatiku Bagi Sesama
![]() |
Sakit, Tua, dan Mati adalah Realitas yang mesti dihadapi setiap manusia yang hidup di dunia. |
Apa yang dialami?
Setahun sudah
kualami kehidupan di Biara Skolastikat Sultan Agung. Kurasakan jatuh bangun dan
dinamika emosi di sini. Hidup komunitas, pelayanan pastoral, doa, serta kuliah
mewarnai hidupku. Sungguh menarik dan menantang.
Akhir tahun
sudah datang. Tak kusangka ada hal menarik yang kualami. Kuperoleh pengalaman
baru di Rumah Sakit St. Yusup. Selama dua minggu aku dan temanku Fr. Nestor
ikut terlibat melihat, merasakan, dan mengalami kehidupan orang-orang yang
berada di rumah sakit. Ada karyawan/i, perawat, dokter, pengunjung serta para pasien di sana. Pastoral
Sosio Medik (kunjungan dan pelayanan pastoral Rumah Sakit), Pengantar Pasien (Running Boy), mencuci linen, memasak,
mendistribusikan infusan dan obat adalah karyaku di sana. Pengalaman berkarya
di rumah sakit adalah pengalaman pertamaku. Sayang waktunya terlalu pendek. Aku
mesti berganti-ganti profesi dari satu bagian ke bagian lainnya dalam jangka
waktu dua hari sekali. Fokus pelayanan tampak berganti-ganti dalam waktu yang
cepat. Kelebihannya aku dapat mencoba berbagai macam pelayanan di rumah sakit,
tetapi kekurangannya pelayananku menjadi kurang fokus karena harus
berganti-ganti pelayanan dua hari sekali. Tetapi tak masalah bagiku. Coba dan
rasakan saja, toh saya mendapatkan pengalaman juga.
Apa yang menarik?
Aku mencoba
beberapa bagian pekerjaan. Dari beberapa bagian yang kukerjakan itu ada hal
menarik dan menonjol yang menjadi fokus perhatianku. Bagian itu adalah
“Pastoral Sosio Medik”. Rasanya cocok dengan background-ku sebagai Biarawan/Religius. Pastoral Sosio Medik
sebenarnya pelayanan khas yang dimiliki oleh rumah sakit. Pelayanan yang
dilakukan biasanya adalah: mengunjungi pasien, mengantar komuni kepada pasien
yang sedang sakit (pasien katolik), mencarikan Pastor jika ada pasien yang
memerlukan sakramen, mencoba mencarikan solusi bagi pasien/keluarga pasien yang
tidak mampu, menerima kritik dan saran dari luar, serta menjaga spiritualitas “Pancen Welas Asih Ka Sasama” sesuai
dengan cita-cita pendiri komunitas suster Carolus Borromeus.
Ada begitu
banyak karya pelayanan yang sebetulnya dapat memberikan gambaran nyata
pelayanan pastoral bagi umat khususnya bagi orang-orang sakit. Sebagai frater
aku diajak melihat kehidupan konkret orang-orang sakit. Mungkin saja suatu saat
nanti aku akan menangani orang-orang sakit atau bahkan mengalami sakit. Dalam situasi inilah aku ditantang untuk
berpikir menghadapi masalah atau bahkan mencari solusi untuk mengatasi
masalah-masalah tersebut.
Selama live in di Rumah Sakit St. Yusup, Sr.
Elise, CB dan Ibu Samsiah adalah orang yang senantiasa menjadi rekan sekerja di
bagian Pastoral Sosio Medik. Mereka adalah orang-orang yang sudah
berpengalaman. Dari merekalah aku mendengarkan berbagai cerita dan pengalaman
menarik seputar kehidupan orang-orang sakit, kehidupan para karyawan serta
kehidupan panggilan sebagai seorang religius. Sr. Elise, CB kuanggap sebagai
orang tua yang bijak. Dari padanyalah aku belajar untuk setia melayani orang
lain tanpa membeda-bedakan. Ia adalah orang yang setia dalam hidup panggilannya
sebagai suster CB maupun pelayanannya di Rumah Sakit. Sebagai seorang religius
ia tidak lupa mengajarkan kepadaku dan kepada para karyawan lain untuk berdoa
sebelum memulai pekerjaan. Setiap pagi aku diajaknya membaca kitab suci,
mendengarkan renungan, memohon perlindungan St. Yosef (pekerja) dan St.
Elisabeth (Pelindung Sr. CB). Pengalaman
ini memberikan peneguhan sekaligus dorongan bagiku bahwa sebagai seorang
religius aku harus memberikan teladan lewat sikap pelayanan dan tindakan
konkret bagi Tuhan dan bagi sesama. Tampak doa dan karya dilakukan secara
konkret dan seimbang.
Apa pengaruhnya bagi panggilan?
Hal menarik
yang kualami selama live in di R.S.
St. Yusup, antara lain, berangkat pagi hari, misa pagi di gereja St.
Odilia-Cicadas, makan pagi bersama suster-suster CB komunitas St. Yusup,
mengunjungi pasien, antar-jemput pasien, diskusi santai dengan suster dan para
karyawan. Makan
pagi bersama suster-suster sepuh juga memberi warna bagi hidupku. Mereka ramah,
menyapa hangat, dan murah senyum. Fisik mereka memang tampak tua renta karena
usia senja dan keriput seperti nenek-nenek, tetapi semangat mereka sungguh luar
biasa. Jika kuperhatikan ada yang bungkuk, berambut putih, memakai tongkat,
memakai kursi roda , berkacamata tebal, dan lain-lain. Meskipun fisik mulai
melemah, tetapi merekalah yang memberiku semangat dan motivasi untuk tetap
setia dalam panggilan. Motivasi ini sesungguhnya berdaya guna karena mereka
telah membuktikan sendiri bagaimana kesetiaan hidup mereka sampai usia senja.
Pengalaman inilah yang menguatkanku kembali untuk tetap menjaga panggilan serta
kesetiaan dalam hidup sebagai seorang religius.
Selama dua
Minggu di sana tidak lupa aku melawat orang-orang sakit. Ketika aku melawat mereka kebanyakan
dari mereka menganggapku orang asing dan mencurigakan. Tak apalah, yang penting niatku tulus untuk
menjenguk mereka. Ada yang menutup diri, tidak banyak bicara, menjawab
sekedarnya saja, cuek, acuh. Ada juga orang yang mau terbuka dan mau bicara
panjang lebar denganku sampai beberapa jam. Memang identitasku sebagai frater
disembunyikan. Aku mengaku sebagai mahasiswa yang sedang magang. Karena wajahku
tampak muda mungkin mereka menganggap remeh dan tidak percaya. Tidak apa-apa. Aku
sadar bahwa terkadang niat baikku itu tidak selalu ditanggapi baik. Melalui
pengalaman ini aku belajar menjadi orang yang lebih sabar menghadapi orang-orang
sakit dan memahami kondisi sakit mereka baik secara fisik maupun psikologis.
Masih banyak
orang di luar sana yang mengalami kesusahan hidup entah sakit, bencana,
kelaparan, peperangan, kemiskinan, dan lain sebagainya. Semua orang memiliki
kesusahannya masing-masing. Akupun demikian adanya. Kesusahanku adalah untuk
tetap setia pada panggilan dan mau belajar terus-menerus untuk memperbaharui
diri menjadi pribadi yang semakin matang dan berbuah dalam tindakan konkret.
Komitmen Konkret
Sejenak aku terdiam
dan mencoba merenung. Apa yang dapat aku perbuat ke depan setelah aku menjalani
live in di Rumah Sakit Sakit St.
Yusuf Cicadas-Bandung? Aku ingin melayani sesama dengan riang dan ringan
khususnya bagi orang-orang yang sudah sepuh dan orang-orang sakit. Bila ada
orang yang membutuhkan bantuanku, aku akan berusaha menjadi orang yang ringan
tangan membantu sesuai kemampuan yang aku miliki. Sebagai seorang religius aku pun
tidak akan melupakan doa entah doa bersama maupun doa pribadi. Bila ada orang yang memberikan nasehat, aku
akan mendengarkan dia. Bila ada yang menegur perilakuku yang kurang tepat, aku
akan menerima dengan lapang dada. Aku akan berusaha untuk mengikuti kegiatan
komunitas dengan penuh tanggung jawab.
Banyak cerita
yang tak mampu kulukiskan dalam lembaran kertas putih ini. Semoga sedikit tulisan ini
mewakili pengalaman yang kualami selama live-in. Semoga saja pengalaman ini membuat aku
semakin menyadari akan artinya pelayanan bagi sesama sehingga aku dapat
melayani siapapun dengan riang dan ringan baik bagi anak-anak, remaja, orang dewasa, orang
tua, maupun oma dan opa. Siapa berani? Coba dan alami saja.
Aku
ini masih muda
Masih
banyak kesempatan dan peluang
Bila
ombak membawamu, ikutilah
Bila
angin menggiringmu, ikutilah
Jangan
takut untuk menghadapi hidup
Cobalah
saja, Rasakan saja
Pengalaman
memberi kenangan berharga
Terimakasih,
wahai pengalaman
Engkau
telah menyadarkanku akan kenyataan hidup.

Berikanlah
kepada Allah apa yang patut bagi Allah,
dan kepada
sesama apa yang patut bagi sesama.
***
In Cruce Salus
Komentar
Posting Komentar