KOSONG,SEPI DAN HAMPIR MATI
“Cadas Hikmat” sejarah yang kurang dikenal di Bandung.
Halaman depan Seminari di Jl. Gudang Utara No. 14, Bandung (Dekat Gereja Salib Suci, Kamuning). |
SEJARAH
Seminari Menengah Cadas Hikmat: anno 1947. |
Pada hari Minggu Misi, 19 Oktober 1947, Mgr. J.H. Goumans OSC meresmikan sebuah Seminari Menengah di Bandung. Pendirian Seminari ditujukan bagi pendidikan calon imam-imam pribumi. Seminari itu diberi nama Cadas Hikmat dan diresmikan di bawah naungan St. Antonius dari Padua sebagai nama pelindung seminari.
Para pastor Ordo Salib Suci (OSC)-lah yang memulai, mereka pula yang mengabdi dan memperkembangkan Seminari. Pada awalnya ada empat seminaris yang dididik dan ditempa yaitu: L. Oejoed, V. Aken, Agustinus Gani (sekarang tinggal di Biara Sultan Agung dalam usia hampir 90 tahun), dan Paulus Saida. Rumah sederhana di Jl. Cikutra - Cicadas (sebelah rumah sakit) menjadi saksi sejarah pertama pendidikan para calon imam di Keuskupan Bandung. Pada tahun 1948, bekas rumah Bp. Leuwener – di kawasan yang sama – menjadi saksi kedua. Di rumah itulah jumlah seminaris terus bertambah. Setahun kemudian menjadi dua puluh satu seminaris. Mereka dibimbing oleh sepuluh tenaga pengajar, baik para pastor maupun para awam.
Seiring dengan pasang surutnya jumlah seminaris, tempat pendidikan pun mengalami beberapa kali perpindahan. Para seminaris terpaksa pindah ke Lembang selama dua tahun, 1966-1968. Lalu kembali ke Bandung, namun tidak lagi di kawasan Cicadas (Jl. Cikutra). Ada sebuah gedung cukup megah di Jl. Pasirkaliki yang menjadi tempat baru bagi persemaian benih-benih panggilan. Pernah juga Seminari Menengah Cadas Hikmat menempati rumah di Jl. Windu untuk dua tahun, 1982-1984 . Setelah itu kembali ke Jl. Pasirkaliki. Itu pun untuk sementara. Gedung baru di Jl. Gudang Utara kini menjadi saksi termuda bagi pembinaan seminaris Keuskupan Bandung (1990). Pihak Keuskupan bahu membahu dengan pihak OSC dalam mengelola Seminari Menengah milik Keuskupan Bandung Itu.
PENDIDIKAN
Seminari Menengah Cadas Hikmat dibangun untuk mempersiapkan siswa yang berhasrat menjadi imam. Mereka biasa tinggal dalam asrama sekaligus menerima pendidikan di sekolah umum (biasanya di SMA Santa Maria I/ II - Bandung). Di Seminari mereka belajar hidup sebagai seminaris, hidup dalam (doa, studi, bekerja) secara tertib guna meraih cita-cita non-komersial namun teramat penting dan berharga, yakni imamat.
Selain perhatian terhadap studi di sekolah umum, pendidikan Seminari ditandai pula dengan perhatian akan kedalaman spiritualitas, yang ditimba dari Kitab Suci, Liturgi, juga dari keterlibatan dalam pergaulan dengan masyarakat misalnya saja ikut terlibat dalam doa lingkungan. Pendidikan humonaria (agama, bahasa, sejarah, dsb.) juga diberi tekanan, tanpa meremehkan pelajaran eksakta dan IT (Teknologi Informasi), seiring dengan laju perkembangan dunia menuju abad modern dan revolusi komunikasi.
SEMINARIS
Seminaris adalah calon pemimpin masa mendatang, khususnya di lapangan rohani-keagamaan. Di zaman modern ini tuntutannya tidak ringan, namun dapat dicoba dan dirintis dengan belajar. Maka syaratnya, seminaris haruslah orang yang cageur (sehat jasmani-rohani), bageur (sosialitas), bener (kesalehan), pinter (intelektualitas), dan singer (integritas). Begitulah ceuk Urang Sunda. Urutan itu tentunya tidak menunjuk tingkatan kepentingan. Semuanya penting dan perlu disatukan dan diutuhkan.
(Ki-Ka): Paulus Juju J., Yosep Pranadi, Pak Markus, Pst. Maman Suharman OSC, Yadi, Hendrikus Aditia, Asep. Foto: 2010. |
Gereja sangat membutuhkan orang-orang muda yang bersedia memberikan diri seutuhnya, demi kelangsungan generasi baru. Orang-orang mudalah tumpuan dan harapan gereja masa depan.
“Jika biji tidak jatuh ke tanah dan mati, maka ia akan tetap tinggal biji, namun bila biji itu musnah ia akan berbuah berlimpah-limpah”. Terbukti dalam sejarah, hidup yang ditandai dengan melarat, taat, dan wadat ternyata tangguh menopang kelangsungan hidup Gereja. Itu pula yang menjadi antitesis bagi kecenderungan zaman yang maunya selalu memburu harta, tahta, dan wanita. Disinilah orang-orang muda itu dididik, ditempa, dan dipersiapkan untuk pelayanan bagi Gereja di masa depan. Tentu mereka tinggal jauh dari orang tua mereka supaya mereka siap untuk diutus mengikuti panggilan Kristus melalui pelayanan bagi Gereja hingga ia bisa hidup lepas-bebas dan hanya menggantungkan diri pada kuasa Allah.
PANGGILAN KELUARGA KRISTIANI
Keluarga-keluarga Katolik tentu menyadari akan peran penting imam dalam Gereja dan masyarakat. Mereka juga menyadari bahwa keluarga adalah ecclesia domestica. Dalam keluarga-keluargalah sebenarnya benih-benih panggilan hendaknya ditabur dan bersemi, hingga tumbuh dan menghasilkan buah-buah rohani yang subur.
“Panenan memang banyak, namun pekerja sedikit. Karena itu mintalah kepada tuan yang empunya panenan, supaya ia mengirimkan pekerja-pekerja untuk panenan itu.” Marilah kita usahakan dan doakan, agar makin banyak orang muda terpanggil bekerja di ladang Tuhan yang luas ini. Cobalah memberi pengarahan kepada anak-anak kita agar mereka mampu mengenali panggilan hidup sebagai religius atau bahkan berani untuk terlibat. Peran seorang imam memang penting dan sungguh dibutuhkan di tengah situasi umat yang semakin berkembang baik dalam kuantitas maupun dalam kualitas. Mencari benih panggilan memang tidak mudah, mendidik dan mempersiapkannya pun tidak gampang. Pendidikan di seminari membutuhkan proses yang panjang demi kematangan seorang yang terpanggil hingga akhirnya ditahbiskan. Oleh karena itu mari kita semua juga memberi hati dan peneguhan kepada mereka yang kini sedang berusaha berjuang dan bersusah payah mempersiapkan peran mulia ini.
KINI
Halaman depan Seminari di Jl. Gudang Utara No. 14, Bandung (Dekat Gereja Salib Suci, Kamuning). |
Sejarah memang sebuah kisah, demikian pula perjalanan seminari adalah kisah tak menentu dari masa ke masa. Kini kisah-kisah itu terhenti sementara karena tidak ada pemuda yang berminat masuk Seminari. Seminari yang sudah menyejarah dari tahun 1947 harus terhenti, kosong, sepi, sunyi dan hampir mati. Saat ini (2016) ada dua seminaris yang tinggal di Cadas Hikmat. Mereka didampingi oleh seorang frater Ordo Salib Suci. Seminari Menengah "Cadas Hikmat", cadas laksana batu, hikmat seperti sang bijak. Akankah Seminari Menengah Cadas Hikmat milik Keuskupan Bandung ini hanya menjadi sebuah nama dan kenangan indah? Tentu jawabannya tidak tahu pasti. Semoga saja "Cadas Hikmat" menjadi sejarah yang dikenal oleh banyak orang khususnya oleh orang-orang di Kesuskupan Bandung. Semoga benih panggilan yang hampir mati dihidupkan kembali hingga bangkit memulai kisah yang baru.
***
Diposkan: Sabtu, 12 Maret 2016.
Fr. Yosep Pranadi OSC
Disarikan dari berbagai sumber.
Perlu dihidupkan kembali. Perlu ada publikasi dan sosialisasi yang gencar supaya seminari Cadas Hikmat bisa dikenal secara luas dan umat mengetahui bahwa ada seminari menengah di Bandung. Tak perlu mencari yang jauh.
BalasHapusIya Bu, nanti Trihari Suci 2016 (24-27 Maret 2016) akan ada ret-ret panggilan/Jambore Panggilan untuk para pemuda di Keuskupan Bandung di Pratista berdasarkan usulan Uskup Bandung, Mgr. Antonius Subianto Bunjamin OSC. Semoga banyak anak tertarik dan terpanggil....hehe....
BalasHapusSaya dulu pernah "menikmati" pendidikan di seminari ini selama 1 tahun di bawah kepemimpinan Pastor Tonno, OSC. Saat itu masih tahun 1998. Seminaris yang ada saat itu hanya 6 orang. Jumlah seminaris yang sangat minim di tengah kondisi Keuskupan Bandung yang besar ini. Jika sekarang melihat kondisi SMCH yang msih saja kurang diminati dan bahkan umat acuh tak acuh dengan kondisi ini, mungkin sebaiknya Uskup Bandung yang baru segera mengambil kebijakan yang baik. Misalnya, memindahkan SMCH ke tempat yang strategis dan dilengkapi banyak fasilitas yang memadai. Sekarang saya berdomisili di wilayah Keuskupan Malang, di mana jumlah seminaris di Seminari Menengah cukuplah banyak. Di seminari itu, selain bangunan megah, tapi juga fasilitas yang cukup lengkap. Menurut saya, panggilan hidup membiara bukan saja ditentukan "hanya" ingin menjadi Imam, melainkan juga dukungan fisik (sarana dan prasarana) yang dapat menunjang panggilan itu sendiri. Semoga Uskup Bandung dan pemerhati pendidikan seminari, serta seluruh umat di Keuskupan Bandung untuk mau dan mampu membangkitkan semangat ini. Terima kasih.
BalasHapusSalam hangat,
Erwin Tunggara.