PESTA SALIB 14 SEPTEMBER 2015
Crux et Obscuritas Hominis - Salib dan Sisi Gelap Manusia
Dekorasi Pesta Salib, 14 September 2015. |
Senin, 14
September 2015 adalah hari yang istimewa bagi Ordo Salib Suci. Pada hari
tersebut Ordo Salib Suci Provinsi Sang Kristus - Indonesia merayakan hari raya
pemuliaan Salib Suci. Perayaan dilaksanakan di Skolastikat Ordo Salib Suci, Jl.
Sultan Agung No 2, Bandung. Perayaan salib suci tahun ini dihadiri oleh Mgr.
Antonius Subianto Bunjamin OSC, kuria Keuskupan Bandung, para Pastor OSC,
Suster, Bruder, Frater, Mitra Krosier, Gereja Mahasiswa, serta tamu undangan.
Perayaan Salib Suci tahun ini sungguh istimewa karena sekaligus merayakan pesta
imamat dan hidup membiara beberapa saudara salib suci. Mereka adalah: Pst.
Antonius Djoko Setyarmo OSC yang merayakan 40 tahun imamat, Pst. Lukas Sulaeman
OSC yang merayakan 25 tahun imamat, Pst. Matheus Antara Yuwana OSC, Pst. Y.D.
Widyasuharjo OSC, dan Pst. Agustinus Gani OSC yang merayakan 40 tahun profesi
(hidup membiara), serta Mgr. Antonius Subianto Bunjamin OSC, Mgr. Laurentius Tarpin OSC, Pst. Eka Wahyu D.S. OSC, Pst.
Andreas Dedi OSC, Pst. Basilius Hendra Kimawan OSC, Pst. Stevanus Budi Saptono
OSC, dan Pst. Y.B. Rosaryanto OSC yang merayakan 25 tahun hidup membiara. Hal
istimewa yang lain pada perayaan salib suci tahun ini adalah diresmikannya
Biara Ordo Salib Suci Komunitas Sultan Agung menjadi Priorat Sultan Agung.
Pastor Basilius Hendra Kimawan OSC selaku Prior Provinsial OSC Provinsi Sang
Kristus Indonesia melantik Pst. Fransiskus Samong OSC menjadi Prior pertama Priorat
Sultan Agung.
‘Salib dan Sisi Gelap Manusia’ adalah tema perayaan Salib Suci tahun
ini. Lectio Crucis tahun ini
dibawakan oleh Pst. Yoyo Yohakim OSC yang membahas tema Salib dan Sisi Gelap
Manusia dari sudut psikologis dan teologis.
Apabila Lectio Crucis ini dirangkum,
ada dua dimensi berkaitan dengan sengsara yang dialami Yesus ketika disalib. Pertama, dimensi psikologis dan kedua, dimensi teologis. Dalam dimensi
psikologis salib adalah sebuah komitmen.
Dalam penderitaan-lah relasi sungguh-sungguh terasa sangat dekat. Dalam
penderitaan-Nya di salib, Yesus menampilkan relasi yang dekat dengan manusia.
Ia rela menjadi manusia. Ia berkorban habis-habisan demi manusia. Penderitaan
yang dialami Yesus bukanlah sesuatu yang datang tiba-tiba, melainkan sebagai
konsekuensi dari ucapan, sikap, dan tindakan Yesus yang mengungkapkan
komitmennya pada kehendak Allah yang di praktikan secara konsisten dan
konsekuen dalam seluruh hidupnya. Yesus sebetulnya tidak dikuasai oleh
kecondongan alamiah manusia yang berusaha menghindari penderitaan, melainkan Ia
menyongsong penderitaan sebagai bagian dari hidupnya.
Penghayatan akan salib pada akhirnya adalah penghayatan akan sebuah
komitmen yang harus diperjuangkan terus-menerus demi nilai-nilai luhur. Sebagai
contoh: ada yang bersaksi bahwa hidup perkawinan yang baik adalah hidup
perkawinan yang sungguh-sungguh diperjuangkan dari hari ke hari dengan segala
macam susah-payah baik pengorbanan waktu dan juga pengorbanan diri. Hal yang
tersulit yang dialami dalam hubungan perkawinan sebetulnya adalah penerimaan
akan identitas yang lain, identitas yang berbeda dengan diri kita. Apabila
melihat kehidupan para biarawan atau kehidupan religius, kesetiaan dan komitmen
dalam hidup panggilan pun menuntut agar mereka rela menderita terhadap segala
godaan-godaan duniawi maupun keinginan-keinginan manusiawi yang kadang sulit
diatasi oleh kaum biarawan dan religius.
Dimensi kedua dari penderitaan Yesus adalah dimensi teologis. Salib
ke-Allahan yang menyembunyikan diri.
Kisah sengsara yang dialami Yesus adalah bukti paling kuat bahwa Allah
hadir dalam setiap penderitaan manusia. Yesus rela menjadi manusia. Ia rela
sehabis-habisnya demi manusia. Ia menemani dan menuntun manusia berjalan
melewati lorong-lorong hidup yang paling gelap. Kita semua boleh yakin bahwa
bersama Dia kita tidak akan ditinggalkan. Demikianlah Lectio Crucis yang saya rangkum.
Mgr. Antonius Subianto Bunjamin OSC turut hadir bersama beberapa angkatannya
dalam pesta Salib 14 September 2015 sekaligus merayakan 25 tahun hidup membiara.
|
Setelah ibadat bersama di Kapel, acara dilanjutkan dengan ramah tamah
di pelataran Refter (ruang makan) Skolastikat Ordo Salib Suci sambil disuguhi
tampilan musik dari para Frater Komunitas Sultan Agung. Suasana hangat mewarnai
perayaan salib suci tahun ini. Pada hari yang sama komisi spiritualitas Ordo
Salib Suci menerbitkan buku kumpulan Lectio
Crucis untuk Hari Raya Salib Suci.
‘Mencintai tanpa menderita bukanlah mencintai’
kata Bunda Theresa. Melalui penderitaanlah kita dapat merasakan cinta dan
pengorbanan. Semoga Ordo Salib Suci dapat terus berkarya di tengah dunia dan
menjawab setiap tantangan zaman. Selamat merayakan Hari Raya Salib Suci.
Para Frater OSC membawakan Tari Garudo, tarian kontemporer dari Lampung
pada Pesta Salib Suci, 14 September 2015
|
***
Tulisan ini pernah dimuat dalam Majah Nola Edisi 05. September-Oktober 2015.
Fr. Yosep Pranadi OSC
Kamis, 11 Februari 2016
Komentar
Posting Komentar